Rabu, 15 April 2009

This is How We Learn

Jangan percaya 100% terhadap rekomendasi orang mengenai sesuatu. Contohnya ya kami ini, dalam hal membangun rumah. Ngobrol sana-sini, didapatlah satu nama tukang yang legendaris karena sejumlah karyanya sudah terukir di bumi Jurumudi ini.

Pas nego fee, dijawabnya mengambang, macam gini nih. “Ya standar aja. Semua orang juga tau”. And what happened next? Di minggu ke-3 tukang yang legendaris ini minta tambahan fee. Mengesalkan.

Pas pelaksanaan, suka ngeyel dan menganggap proyek rumah kami just the same dengan proyek dia sebelumnya. Eits..our house should be a landmark, hehe…

Jadi tuh ya, as I was told oleh Pak Trisno yg secara tidak resmi kami rekrut sebagai supervisor, si tukang ini biasa mengerjakan rumah tidak dengan gambar teknik atau perencanaan. Lha terus gimana cara dia menorehkan sejarah di dunia pertukangan?

Biasanya yang punya proyek akan memberikan data luasan lahan, misalnya A x B m2. Lalu nego upah borongan. Metode pembayaran model gini cukup merakyat di sini. Karena si owner tinggal nyante aja nungguin rumahnya kelar dibangun.

Nah cara gini yang aku ga suka. Gimana dengan kualitas bangunanku ntar? Jangan2 ga bagus karna si tukang ngebut kejar progress. Menurut aku justru ngga bagus metode gini, kontrak lump sum tapi ditinggal tanpa pengawasan maximal.

Perbedaan visi desain juga bisa jadi masalah. Misalnya pas kemaren pesen pintu. Aku pengen pintu utama itu single door, dengan desain minimalis (daun pintunya diberi hiasan tali air, warna coklat gelap, trus ntar handlenya warna brass). Nah tukangnya bilang, nggak bagus itu, jadiin dua daun. Nah,,ini juga karena di daerah sini ga ada rumah baru yang terbangun dengan single door sebagai pintu utama. Yang ada justru double door, handlenya mewah dengan warna kuning, dan di teras ada 2 pilar. Aku dan ayah Azki sepakat, desain model begini is a BIG No, hehe..

Mengenai upah. Beberapa hari setelah mulai fase konstruksi, beberapa orang meributkan metode pembayaran. Kenapa harian? Kenapa ga borongan? Setelah hampir terjebak pada pengaruh kanan-kiri, akhirnya kami sepakat untuk tidak mem-follow up segala input yang bersifat merecoki segala konsep, baik konsep pembayaran, apalagi konsep desain. It’s our house. Let us learn how to build a house. Sapa tau masih ada rumah berikutnya yang akan dibangun??hehe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar